Rabu, 31 Maret 2010

LAKI-LAKI VS WANITA

Sering saya dengar para laki-laki mengeluh: “Dasar cewek, dimana-mana emang kayak gitu, bisanya nyakitin!”, sama dengan seringnya saya mendengar para wanita mengatakan: “Namanya juga cowok, semua sama aja, brengsek!”. Sepertinya mereka amat sangat membenci satu sama lain. Tapi disaat yang sama mereka juga saling membutuhkan. Membingungkan. Tapi itulah, manusia (termasuk saya) adalah makhluk yang sangat kompleks dan membingungkan, tapi juga sekaligus merupakan makhluk yang sangat simple dan mudah dimengerti. Bagaimana bisa? Manusia menjadi makhluk yang luar biasa sulit dipahami kalau kita belum bisa mengerti apa dan bagaimana yang terdapat dalam hati dan otak seorang manusia, sebaliknya kalau kita sudah memegang kunci dan membuka pintu lalu bisa melihat dengan jelas apa yang sesungguhnya yang ada dalam hati dan otak seorang manusia, maka dia akan menjelma menjadi makhluk yang luar biasa sederhana dan mudah dimengerti.
Kodrat membagi manusia menjadi dua: Laki-laki dan wanita. Masing-masing mempunyai karakteristik yang sangat berbeda, bertolak belakang tapi saling melengkapi. Ini salah satu bukti kebesaran Tuhan, kok bisa ya Beliau menciptakan dua hal yang bertentangan tapi melengkapi?
Saya mencoba mengupas dan “menelanjangi” apa dan bagaimana laki-laki dan wanita itu, khususnya dalam cara pandang terhadap lawan jenis dan suatu hubungan, menurut pengalaman dan pendapat saya.

LAKI-LAKI
Saya mulai dari laki-laki, karena saya termasuk salah satu diantara mereka jadi saya lebih paham. Hal yang paling mendasar adalah: laki-laki adalah makhluk yang sangat berdasar pada logika dan realita daripada perasaan. Dalam hal apapun, termasuk percintaan. Mungkin karena kodratnya laki-laki memegang peran sebagai pemimpin dan seorang pemimpin harus memimpin berdasarkan realita yang ada untuk kemudian menghadapinya dengan tindakan-tindakan logis dan taktis. Jadi untuk para wanita harap dimengerti bahwa cara pandang seorang laki-laki terhadap suatu hal sering bertolak belakang dengan anda, yang lebih mengutamakan kehalusan dan sensitifitas perasaan, yang kadang membuat kami para kaum adam sering terlihat bertindak kejam, egois, semena-mena, brengsek atau apapun sebutannya bagi para wanita, tapi harus diakui bahwa sering tindakan “kejam” itulah jalan terbaik bagi suatu permasalahan. Realita tidak selalu menyediakan keindahan seperti dalam dongeng, nona.
Yang kedua, laki-laki adalah makhluk yang lebih menyukai kesederhanaan dan menghindari keruwetan. Coba tanyakan pada seratus orang pria: pilih candle light dinner romantis memakai pakaian super rapi seperti anggota kerajaan Inggris lengkap dengan table manner penuh sopan santun atau makan malam dirumah yang santai penuh canda dengan pakaian casual rapi tapi sopan? Pasti lebih dari 80% akan memilih yang kedua. Contoh lain: seorang calon mempelai pria pasti tidak akan seantusias pasangannya dalam mempersiapkan detail-detail pernikahannya, bahkan mungkin lebih memilih menggunakan jasa Wedding Organizer. Karena apa? Karena laki-laki tidak terlalu suka bersentuhan dengan hal-hal ruwet. Kalau ada laki-laki yang memilih candle light dinner (pada pertanyaan pertama) alasannya hanya ada dua: dia memang seorang laki-laki super romantis atau dia hanya ingin menyenangkan pasangannya.
Sifat alami lainnya dari seorang laki-laki: laki-laki adalah makhluk visual. Maksudnya, laki-laki sangat menilai dari apa yang tampak. Ini juga yang kadang menbuat laki-laki terlihat “brengsek” di mata para kaum hawa. Misal: ada seorang wanita cantik dengan bentuk badan sempurna ala Megan Fox plus fashion paling terkini nan sexy melintas pasti semua mata kaum adam disekitar langsung tertuju padanya. Kami, para lelaki adalah pencinta keindahan, terutama ciptaan Tuhan, wanita cantik salah satunya . Tapi bukan berarti laki-laki tidak punya perasaan dan tidak menghargai kepribadian seorang wanita. Yang saya bicarakan tadi adalah kesan pertama dan spontan saja. Hampir mustahil ada seorang laki-laki jatuh cinta pada pandangan pertama pada kepribadian seorang wanita yang berpenampilan kurang menarik, kecuali wanita itu adalah pewaris tunggal perusahaan multinasional dengan aset jutaan dolar. Maka, para wanita, kalau ingin menarik perhatian pria, berpenampilan lah semenarik mungkin. That sounds like men are jerk, but that’s the fact.

Cukup dengan laki-laki, bagaimana dengan para wanita? Ini berdasarkan pengamatan saya dan rangkuman dari curhatan teman-teman wanita saya yang saya tarik kesimpulannya.

WANITA
Yang sudah menjadi rahasia umum tapi masih sering susah dipahami oleh para pria dari sesosok wanita adalah: wanita adalah makhluk yang bertindak berdasarkan perasaannya yang dominan daripada logika rasionalnya. Memang banyak wanita yang menyangkal sendiri hal ini, tapi hadapilah, itu takdir para kaum hawa. Hal inilah yang sering jadi penyebab beda pendapat antara laki-laki dan wanita dalam memandang suatu hal, laki-laki berpegang pada logika sedangkan wanita berdasarkan perasaan.
Yang kedua, wanita adalah makhluk yang sangat ingin dimengerti. Untuk para laki-laki, ketahuilah, wanita sangat suka bila pasangannya mengerti apa yang dimauinya tanpa mereka mengatakannya. Contoh sederhana: bila mereka lapar dan ingin makan, akan kecil kemungkinan seorang wanita mengatakan dengan blak-blakan “Aku laper ni, makan yuk”, mereka lebih suka diam dan menunggu kita mengatakan “Makan yuk, udah jam segini, kamu kan belum makan pasti udah laper”. Kesannya kita tahu apa yang mereka inginkan tanpa mereka bilang, padahal mungkin kita hanya berpikir dengan logika kita bahwa sudah masuk jam makan dan pasti dia sama laparnya dengan kita. Kemampuan membaca situasi seperti ini kadang memang susah-susah gampang, tapi semua laki-laki pasti mempunyai naluri semacam ini. Coba biasakan dari hal-hal kecil seperti contoh makan diatas, lama-lama kita akan terlatih dan terbiasa mengerti wanita untuk lalu memenuhi apa yang mereka butuhkan atau inginkan, tanpa mereka katakan lebih dulu.
Berikutnya, wanita sangat menyukai pujian, bahkan sedikit kebohongan. Pujilah mereka sesering mungkin, tapi jangan berlebihan, istilahnya yang “pas”. Misal: pasangan kita memakai baju baru yang lebih terkesan casual dan mature dari biasanya, maka pujilah: “kamu keliatan dewasa lho pake baju itu”. Niscaya si wanita akan berbunga-bunga hatinya. Karena kita mengatakan apa yang benar-benar ingin didengarnya, bahwa dia terlihat dewasa dengan baju barunya itu. Atau misalnya ada wanita yang jelas-jelas lebih cantik dari pasangan kita, lalu pasangan kita bertanya: “Aku sama dia (menunjuk cewek itu) cantikan mana?”, kalau kita jawab “Ya cantikan dia lah” pasti kita akan disambut dengan wajah jutek, kata-kata makian,bahkan bukan tidak mungkin sebuah tamparan dari pasangan kita. Coba jawab dengan: “Dia cantik sih, tapi kalo menurut aku sih kamu paling cantik”. Gombal memang tapi efektif untuk bikin pasangan kita tersenyum. Padahal pasangan kita juga tahu pasti si cewek yang lewat itu lebih cantik

Yah, begitu lah kira-kira pandangan saya. Tapi saya juga bisanya cuma ngomong aja sih, buktinya saya juga sering ditolak cewek dan sampai sekarang masih sering berantem sama pacar saya hehehehe….,,

Cheers and beers!!

*ATTENTION. Tulisan ini hanyalah ugkapan pemikiran belaka. Jangan menganggap tulisan ini serius apalagi menjadikannya pedoman dalam percintaan. Karena tulisan ini ditulis oleh seorang love loser sejati.

Senin, 29 Maret 2010

THANK YOU

For very first time I would say thanks to my family
Satu keluarga kecil bahagia yang selalu kusayangi
Empat hati dalam kasih kita selalu berpadu
Bersama Ayah, Ibu dan satu adik kecilku
Di rumah sederhana di pinggiran Jakarta Selatan
Kita berbagi cerita dan duka. Ciptakan kehangatan
Ayah, kau pimpin perahu kecil ini tuk sampai ke tujuan
Kau ajarkanku banyak hal dalam hidup sebagai titik acuan
Ibu selalu siramiku dengan kasih tanpa batas
Rasa sayang tulus yang kerap tak dapat ku balas
Adik, satu darah kita berjalan seiring seirama
Ku coba tuntun langkahmu dalam hidup yang nyata
Roda hidup berputar tak selalu ada di atas
Bergandeng tangan kita lewati cobaan hidup yang keras
Bersinergi perlahan kita naik dengan merangkak
I know we can. Dan akhirnya kita kan sampai ke puncak

I wrote second verse just for my queen, my true lady
Your love in my time that always inspires me
Jika kau ratu aku yang akan jadi raja
Kan kita buat kerajaan kecil bernama keluarga
Walau kadang hati kita berbatas jarak
Jogjakarta, Solo, Jakarta dimana kaki berpijak
Saling percaya dan menjaga, itu yang utama
Kata janji dalam hati selalu di urutan pertama
Pernah rasa tulusmu dengan kejam kudustai
Pernah janji setia itu dengan sadar kunodai
Tapi selalu kau buka dengan lebar sebuah pintu maaf
I know my “sorry” and “thank you” are not enough
Banyak rintangan yang buat hati nyaris terbunuh mati
Tak terhitung tembok tinggi yang telah kita berdua lompati
Di atas langit-langit tinggi kita letakkan mimpi
Menunggu kita tuk menggapainya di suatu saat nanti

Last but not least, trima kasihku untuk semua sahabat
Dan tak lupa kujabat tanganmu erat wahai sobat
Untuk semua tawa lepas yang kerap terurai
Atau untuk air mata yang tak jarang berurai
Saat dunia gelap seakan bosan untuk bercahaya
Saat nasib baik seperti enggan untuk menyapa
Kalian ciptakan sedikit ruang untuk tempatku bercerita
Tentang kelamnya hari atau tragisnya kisah cinta
Habiskan waktu bersama dengan menghina dunia
Menganggap diri bagaikan manusia paling sempurna
Ketika kujatuh tertunduk kau angkat kepalaku tegak
Wujud empati lewat sebuah tepukan di pundak
Sebaris kata yang terucap cukup tuk kembangkan senyum
Dalam kata “teman” semua rasa itu terangkum

WE ARE THE WORLD

We are the world, We are the children
We are the ones who make a brighter day, So lets start giving
There’s a choice we’re making, we’re saving our own lives
It’s true we’ll make a better day. Just you and me.

Barisan kata diatas adalah sepotong bait, bagian reffrain tepatnya, dari lagu We Are The World milik mendiang Michael Jackson yang juga ditulis sendiri oleh king of pop, satu lagu harapan untuk dunia yang jauh lebih baik dan tentang indahnya berbagi dengan sesama. Satu wujud nyata sisi humanisme yang begitu besar dari seorang Michael Jackson. Salah satu dari sekian banyak warisan terbaik yang ditinggalkan sang raja untuk dunia.

Warisan yang sebenar-benarnya selalu bermanfaat bagi para pewarisnya. Begitu juga dengan lagu ini, sekali lagi memberi arti bagi para pewarisnya: seluruh warga dunia.
13 Januari 2010, gempa dahsyat berkekuatan 7 skala richter mengguncang dan memporak porandakan Haiti, lebih dari 200 ribu jiwa menjadi korban, dan dunia pun berduka.
Sebagian besar warga bumi berusaha berbuat dengan yang mereka bisa untuk meringankan beban Haiti, sekecil apapun itu. Seperti tak mau kalah, lagu We Are The World pun “berbuat”, melalui 25 penyanyi kaliber dunia yang sangat peduli terhadap bencana Haiti, semisal: Usher, Celine Dion, Fergie, Will.I.Am, Adam Levine dan rapper Snoop Dogg. Barisan penyanyi paling terkenal di kolong langit ini bersama-sama menyanyikan lagu We Are The World ,dengan beberapa modifikasi pada liriknya, sebagai bentuk dukungan bagi korban gempa Haiti sekaligus mengajak orang di seluruh dunia untuk ikut membantu para korban gempa Haiti.

Salah satu cara paling efektif untuk menyentuh hati seorang manusia adalah dengan seni, salah satunya lewat lagu. Dan lagu We Are The World adalah salah satu lagu yang bisa dengan hampir sempurna menyentuh hati dan menggerakan sisi kemanusiaan seorang manusia, yang kadang sekaku dan sedingin es. Dengan rangkaian melodi harmonis yang menyayat sekaligus mendamaikan hati bagi yang mendengarnya, membungkus indah pesan mulia tentang kemanusiaan yang ingin disampaikan lewat barisan liriknya:

We are all a part of God’s great big family
And the truth, you know love is all we need

Satu pesan penting yang ingin disampaikan: bahwa kita semua di seluruh dunia adalah satu keluarga besar, semua sama sebagai ciptaanNya. Dan seakan mengingatkan kita bahwa yang paling dibutuhkan melebihi segalanya untuk terciptanya dunia yang lebih baik adalah cinta, sebuah anugerah yang dikaruniakan kepada tiap manusia di bumi tetapi kadang terlupakan dan terabaikan oleh manusia itu sendiri. Sebuah pesan yang universal, tanpa membedakan negara, warna kulit atau religi. Dengan dua bait lirik diatas lagu ini berhasil menembus batas-batas nasionalis, kesukuan, rasis dan bahkan agama, batas-batas yang sukar ditembus oleh senjata paling mematikan di dunia sekalipun.

Send them your heart. So they’ll know that someone cares
And their lives will be stronger and free

Pesan tentang indahnya berbagi dengan sesama. Karena sesungguhnya berbagi adalah salah satu hal terbaik yang bisa dilakukan seorang manusia terhadap manusia lainnya dan dirinya sendiri. Baik untuk si pemberi atau si penerima. Untuk si pengulur tangan, akan merasakan indahnya rasa empati dan kebahagiaan tak terkira ketika mengetahui bahwa tindakannya ternyata sangat berarti bagi sesamanya, bahkan menyelamatkan hidup mereka. Bagi mereka yang menerima, selain akan menerima bantuan yang mereka butuhkan yang tidak kalah berartinya adalah saat mereka menyadari ternyata banyak orang diluar sana yang peduli akan keadaan mereka yang sedang terpuruk, dan bukan tidak mungkin rasa kepedulian itulah yang akan menumbuh kembangkan kekuatan dan mempersatukan kembali puing-puing semangat hidup mereka yang ambruk untuk bangkit dari keterpurukan dan menata kembali kehidupan mereka menjadi lebih baik.

We Are The World. Satu karya seni yang universal. Sebuah warisan dunia yang abadi bahkan untuk generasi-generasi setelah ini. Lagu yang dijuluki “World Humanity Anthem”. Semoga juga bisa ‘sedikit’ menggugah hati kita semua.

*coba dengarkan dengan cermat We Are The World versi 25 Artists for Haiti. Nama Indonesia disebutkan satu kali pada akhir lagu. Bukti nyata bahwa mereka juga peduli dengan bangsa kita.

Kamis, 25 Maret 2010

ANTARA LASKAR PELANGI & ADV'06, Soundtracks yang sangat inspiratif

Laskar Pelangi. Film yang menghebohkan dan diklaim banyak orang sangat fenomenal di tahun 2008. Kisah nyata tentang perjuangan 10 orang anak-anak luar biasa di belitung yang tidak kenal kata menyerah untuk mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Film besutan Hanung Bramantyo ini benar-benar mengguncang gedung-gedung bioskop di seantero negeri. Semua pergunjingan sehari-hari tidak pernah lepas dari film yang bagi sebagian orang yang menontonnya sangatlah inspiring itu.
Saya, yang sebenernya gak terlalu hobi nonton film, mau tidak mau akhirnya teracuni juga dengan rasa penasaran yang disebarkan virus bernama “Laskar Pelangi”. Saya yang sebelumnya selalu mencibir orang-orang yang rela antri berjam-jam lamanya hanya demi lembaran tiket untuk menonton film ini, akhirnya jadi salah satu orang di antrian panjang itu.
Setelah nonton, ternyata filmnya not bad, but not good enough to me, apalagi inspiring. Ada sedikit rasa kecewa, filmnya tidak sehebat berita tentangnya yang selalu menghiasi semua media saat itu. Yang bisa menarik perhatian saya di film itu adalah: pemandangan alam belitung yang sangat indah. Dan satu hal lagi, yang menurut saya jauh lebih inspiring daripada film itu sendiri, yaitu: Soundtracknya.
Yap, lagu-lagu di film itu sangat-sangat menginspirasikan saya tentang arti teman, nilai-nilai persahabatan. Dalam hal ini yang saya rasain adalah tentang temen-temen sekelas di jurusan D3 Advertising kelas B angkatan 2006 Universitas Sebelas Maret, yang mungkin udah gak banyak lagi waktu yang kami punya untuk menikmati kebersamaan karena tahun depan adalah tahun terakhir kuliah kami (bagi yang kuliahnya lancar). Insyaallah tahun depan kami lulus, diwisuda. Yang sekaligus sebagai penanda berakhirnya kebersamaan kami selama 3 tahun terakhir.
Selama ini saya, mungkin juga temen-temen yang lain, kadang tidak menyadari indahnya kebersamaan di kampus, kadang lupa dengan pentingnya arti teman, kami terlalu sibuk menikmati dan menjalani masa-masa indah ini tanpa sadar bahwa masa indah itu akan berakhir dan tidak akan pernah bisa terulang lagi. Saya sendiri baru menyadari keindahan itu baru-baru aja, setelah keindahan itu sebentar lagi berakhir. Tapi mungkin benar yang orang bilang: sesuatu akan menjadi sangat indah ketika sudah menjadi kenangan.

Dan lagu-lagu di film Laskar Pelangi bener-bener bisa merepresentasikan perasaan saya tentang hal itu dengan sederhana, jujur, gak sok puitis tapi begitu mengena. Khususnya lagu “Laskar Pelangi” yang dinyanyikan Nidji dan “Sahabat Kecil” yang dibawakan oleh Ipang.
Lirik di kedua lagu itu sangat bisa mewakili apa yang saya rasakan. Terlepas dari musiknya, cukup liriknya aja udah cukup bikin saya jatuh cinta sama dua lagu itu. Bisa dibilang dua lagu itu “Gue Banget!”.


“menarilah dan terus tertawa, walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada Yang Kuasa cinta kita di dunia selamanya . . .”
(Reff “Laskar Pelangi”)
Potongan lirik itu menggambarkan bagaimana kami seharusnya menjalani kehidupan di masa mendatang yang sudah menanti. Kami harus senantiasa tersenyum dan menari, seperti yang selalu kami lakukan saat melalui kebersamaan selama kuliah. Walaupun mungkin kadang realita menyajikan suatu rintangan atau bahkan penderitaan yang tidak sesuai dengan “surga” yang indah dalam impian kita. Kami pun selayaknya harus bersyukur pada Sang Pemilik Hidup yang telah memberikan sahabat-sahabat terbaik dan menurunkan anugerah di tengah-tengah kami yang membuat kami semua terikat begitu erat, yaitu: Cinta. Yang tidak akan hilang disapu waktu, yang tidak akan memudar sebagaimana memori-memori indah itu terekam kekal di otak kiri (paling gak itu yang saya rasain).



“laskar pelangi takkan terikat waktu
Bebaskan mimpimu di angkasa, warnai bintang di jiwa . . .”
Laskar Pelangi mewakili kebersamaan dan keterikatan kami semua dalam satu kelas, kelas B adv’06, yang bukan sekedar tempat kami menuntut ilmu/kuliah, tapi jauh lebih dari itu, yaitu: tempat kami berkarya, mengekspresikan diri, tidak hanya belajar pelajaran-pelajaran tentang periklanan dan komunikasi tetapi juga pelajaran-pelajaran tentang hidup; cinta, kebersamaan, kesetia kawanan, berbagi, konflik dan masih sangat banyak pelajaran yang kami dapatkan di kelas ini yang tanpa sadar menempa kami untuk menjadi manusia-manusia yang lebih baik (kalo lebih pintar saya gak yakin, tapi kalo lebih kreatif itu pasti !!). Kami disatukan di kelas ini bukan hanya semata-mata karena minat edukasi yang sama, tapi juga karena perasaan saling memiliki, saling melengkapi dan sedikit campur tangan takdir dan nasib. Semuanya itu akhirnya melahirkan ikatan yang kuat dalam diri kami masing-masing yang tak akan putus sampai kapanpun. Ikatan yang bernama: Persahabatan. Rasa itu tidak hanya sebatas ketika kami menjalani masa kuliah, tapi akan tetap ada menyesaki dada kami sepanjang hidup kami nantinya. Rasa itu tak terbatas waktu. Memang waktulah yang turut serta memupuk subur rasa ini, tapi ia takkan bisa mengikatnya. Dan di kelas inilah mimpi-mimpi kami dimulai. Disinilah kami mulai merancang mimpi kami, menggantungkannya setinggi mungkin dan berusaha sesegera mungkin melesat ke atas untuk meraihnya. Mimpi-mimpi yang luar biasa indah, luar biasa tinggi dan menunggu kami untuk menggapainya.

“Tak pernah terlewatkan dan tetap mengaguminya
Kesempatan seperti ini takkan bisa dibeli”
Moment-moment yang telah terlewati, hari-hari di kampus yang dilalui bersama dan semua kenangan yang ditorehkannya dalam hati kami. Yang menyenangkan maupun yang kurang mengenakan semua menyisakan kesan. Kesan-kesan beruntutan yang membentuk sebuah alur cerita, cerita tentang persahabatan yang luar biasa bagi kami semua. Semua tersimpan rapi dalam kotak memori di salah satu sudut otak yang bila suatu saat nanti dibuka kembali akan menjadi harta yang tak ternilai harganya dan tak terbeli oleh apapun.


“bersamamu kuhabiskan waktu, senang bisa mengenal dirimu
Rasanya semua begitu sempurna, sayang untuk mengakhirinya
Janganlah berganti . . . tetaplah seperti ini”
(“Sahabat Kecil” by Ipang)
Yang ingin saya sampaikan untuk sahabat-sahabat saya di kelas. Tiap detik yang dilewati, tiap langkah yang dibuat, tiap senyum yang mengembang, tiap tawa yang meledak, tiap air mata yang jatuh, tiap amarah yang meluap, tiap kisah yang dibagi, semua begitu berarti, baru gw sadari semua itu sekarang. Saya baru sadar selama ini ternyata saya menulis sebuah cerita yang sangat luar biasa dengan tinta bernama teman, di atas kertas yang bernama hati. Dan saya gak mau cerita itu sampai tamat. 3 tahun terakhir ini saya berjalan berdampingan dengan teman-teman untuk menuju satu arah yang sama. Perjalanan yang sangat mengagumkan, walaupun tidak selalu mulus, ada kerikil-kerikil tajam yang harus disingkirkan, kadang jalan tertatih bersama karena beratnya rintangan yang harus dilewati. Dan kini kami hampir sampai ke ujung jalan itu dan mencapai tujuan. Tapi setelah apa yang kami lewati bersama, saya enggan untuk jalan terus menuju ujung jalan itu, karena sesampainya di sana kami semua pun harus berpisah dan akan menempuh jalan kami masing-masing yang selanjutnya, yang mungkin lebih terjal. Saya tidak rela kalo buku itu akhirnya telah sampai di halaman terakhirnya. Kalopun harus tamat, paling gak saya bisa menyimpannya untuk suatu hari nanti saya buka lagi halaman demi halamannya yang masih akan tetap sama seperti saat pertama kali ditulis, sampai kapanpun. . . .



Tulisan ini saya dedikasikan untuk temen-temen kelas B advertising 2006-UNS
Kalian sahabat-sahabat terbaik yang pernah ada

NO MORE

Look up around you and ask to your own mind
Tell me is there any love and peace to find?
Is our earth stay going on the right line?
Where’s the humanity? How could we be so blind?
We both know we have no time and no place to hide
All we have is thousand peoples life right to fight
Right to living, right to loving and carrying their child
No more mother cried when her son shoot right on her side
No more killing instinct on the soldier behind the gun
Shoot the enemy on their head. Do you think that so fun?
The weapon is just for protection. Nation, don’t do the invation
Don’t let more victims down for the stupid reason
This world ain’t need war, hate and anger
This world needs we to loving and smilling one and each other
I know together we can do things to make it much better
So come with me, stop hating and then cross your finger


Now open the map and go to that little country out there
Where the war and violence still exist, if you care
The air force droping bomb and people dying
On the battlefield you can hear childerns crying
Can you imagine through all over night with fear?
Imagine if your homeland fulled with blood and tear
Little boy stand alone on the middle of the rain
Through his eyes you can feel the loneliness and pain
His neighbourhood burned and destroyed by the army
This war took out all of his lovely family
No one left to stand with him on the future
Daddy, Mommy and his one little sister
It feels like see the worst nightmare, I know
The boy trapped beetwen anger, scare and sorrow
Triying to find away out from this but he doesn’t know
Just hoping the peace and love will come down tomorrow

RASA BUAT DESTA

waktu itu hari Minggu 2 November 2008.
Sore itu sekitar jam 15.oo saya sedang jalan-jalan di Solo Grand Mall sama Ratu, pacar saya. Tiba-tiba ringtone di hp saya berdering menandakan ada satu sms yang masuk, di layar hp tertulis: “1 message received from ADV_Galank”, begitu saya buka isinya ternyata berita duka cita; ayah Desta, salah satu sahabat saya, meninggal dunia. Innalillahi wainnailaihi rojjiun.
Saya pun seketika mengirimkan sms duka cita untuk mengucapkan rasa bela sungkawa ke Desta sekeluarga.

Besok paginya saya bersama teman-teman sekelas janjian melayat bareng-bareng kerumah Desta. Kita berangkat barengan dari kampus sekitar jam 10 pagi.
Sesampainya disana, rumah Desta sudah ramai. Setelah melewatin barisan pelayat saya dan teman-teman langsung mengucapkan rasa bela sungkawa ke Desta dan keluarganya. Saya melihat Desta dengan wajah yang sama sekali belum pernah saya lihat sebelumnya, wajahnya sayu dan sedih lengkap dengan mata sembab bekas menangis semalaman, air mata masih terlihat belum kering betul di kedua sudut matanya. Wajah yang benar-benar kontradiktif dengan wajah ceria yang selalu ditampilkannya di kampus selama ini. Tapi wajar saja kalo dia sedih sekali, dia baru saja ditinggal pergi oleh salah satu orang yang paling disayanginya, untuk selamanya. Mungkin bukan cuma saya yang punya pikiran kayak gitu, anak-anak yang lain pun seperti ikut mengerti rasa sedih yang Desta rasain dan gak bisa bicara banyak saat satu persatu bersalaman dengan Desta. Saya sendiri cuma bisa berucap “Yang sabar ya, Des” waktu bersalaman sama teman dekat saya itu. Yang dijawab Desta dengan sebaris ucapan terima kasih dengan suara yang bergetar menahan duka.

Gak tau kenapa, ngeliat Desta yang seperti itu saya tiba-tiba merasa sedih seakan saya bisa ikut merasakan sedih yang Desta rasakan “cuma” dengan melihat wajahnya. Tiba-tiba rasa sedih yang teramat sangat terasa mendominasi isi hati saya seakan-akan yang meninggal dunia adalah keluarga saya sendiri padahal saya bahkan belum pernah sekalipun ketemu ayahnya Desta. Saya benar-benar merasa prihatin melihat Desta yang kelihatan sangat terpukul, saya ingin berbuat seuatu untuk menghibur dia dan melihat senyum yang selama ini senantiasa ditampilkannya dikampus. Persahabatan melahirkan rasa empati yang hebat. Satu hal lagi yang bikin saya sedih, selama saya temenan sama Desta belum sekalipun saya kerumahnya, tapi kenapa kedatangan pertama saya kerumahnya adalah waktu saya menghadiri pemakaman ayahnya, ada rasa penyesalan atas hal ini.
Puncaknya adalah waktu saya merekam saat-saat menjelang pemberangkatan jenazah ayah Desta dari rumah duka menuju tempat perisitirahatan terakhir beliau, waktu saya melihat Desta berusaha tegar untuk melepas ayahnya ke persinggahan abadinya walaupun saya tahu pasti sangat sulit buat dia. Tanpa saya sadarin ada beberapa titik air mata yang nekat menetes dari ujung mata saya.
Di momen itu saya belajar sesuatu. Gimana sedihnya kehilangan orang tua yang amat sangat saya cintai, gimana saya harus belajar dari Desta untuk mencoba tabah dan ikhlas kalo suatu saat kejadian seperti ini akhirnya datang dalam hidup saya. Karena saya mungkin akan menghadapi situasi seperti ini juga suatu hari nanti, kenapa saya bilang “mungkin”? Karena saya gak tau sapa yang akan dipanggil untuk menghadapNya lebih dulu; saya atau kedua orang tua saya.

Tapi ditengah suasana berduka itu saya menemukan secercah titik terang yang membuat hati saya pulih dari kesedihan tadi, satu lagi arti pentingnya sebuah persahabatan.
Setelah jenazah diberangkatkan ke pemakaman, saya dan beberapa anak-anak menghampiri Desta yang memang tidak ikut menghantar sang ayah ketempat perisitirahatan terakhirnya.
Saya pribadi awalnya cuma pengen ngeliat keadaan Desta dari deket. Saya sekali lagi mengucapkan bela sungkawa dan menyampaikan sedikit kata-kata penguat buat Desta. Tapi setelah beberapa saat Desta pun bercerita bagaimana sedihnya ditinggal pergi ayahnya, bagaimana selama ini dia berusaha tetep terlihat ceria di kampus seakan-akan gak ada apa-apa padahal saat itu ayahnya sedang terbaring sakit di rumah sakit, dan itu sangat membebani Desta secara fisik maupun mental. Bagaimana dia berusaha menutupi perasaannya itu di depan temen-temen, termasuk saya. Satu cerita yang selama ini saya tidak tahu. Ternyata di balik senyum dan wajah cerianya itu Desta menyimpan sebuah beban yang berat di dalam hatinya. Sebuah ketegaran yang bikin saya makin salut sama teman saya yang satu ini. Selama ini saya mengenal Desta sebagai Gadis yang Selalu Tersenyum, mulai sekarang dan seterusnya saya akan lebih mengenalnya sebagai Gadis Tegar yang Akan Selalu Berusaha untuk Tersenyum.
Percakapan antara saya dan Desta terus mengalir. Di tengah pembicaraan yang tadinya terasa amat sendu itu tiba-tiba secara spontan saya mengeluarkan sepatah kata lelucon, mungkin tanpa sadar kebiasaan bercanda saya sama Desta dikampus terbawa disini. Padahal sumpah saya gak sengaja dan gak bermaksud sedikitpun untuk mengajak Desta bercanda di kondisi yang seperti itu. Dan tanpa saya sangka Desta pun tersenyum, bahkan terus tertawa kecil. Senyum dan tawa Desta itu tiba-tiba merubah suasana dengan drastis, yang tadinya sendu berubah jadi hangat dan ceria, wajah Desta yang dari tadi sedih pun kini dihiasi senyumnya yang sangat sangat kenal. Bahkan selanjutnya kita berdua melakukan kebiasaan tiap hari dikampus: saling mencela, dan seperti biasa saya yang selalu menang dan Desta saya jadikan bulan-bulanan. Saat itu saya benar-benar melihat sosok Desta yang selama ini saya kenal; ceria, sabar dan selalu tersenyum.

Pengalaman ini memberikan saya satu perasaan yang amat sangat indah dan berharga.
Perasaan bahagia ketika kita bisa memberikan (sedikit) kebahagiaan kepada orang terdekat kita saat mereka sedih. Saat kita bisa membuat mereka tersenyum setelah mereka menangis. Saat kita bisa memberi secercah cahaya di kelamnya hari mereka. Saat kehadiran kita bisa menghibur hati mereka yang sedang lara.
Melihat senyum Desta saat itu bikin saya merasa bisa menjadi “sesuatu” atau bisa memberi “sesuatu” yang bisa membuat dia melupakan kesedihannya walaupun cuma untuk sesaat.

Siang itupun menjadi satu siang yang penuh arti buat saya, dan saya harap penuh arti juga buat sahabat baik saya, Desta.

I wrote this for my nice friend Destasia Sakasti Putri

TRENDIALISME

Bagi para idealis sejati, idealisme bagaikan agama kedua.
Apa sih sebenernya idealisme itu? Saya sendiri sesungguhnya belum benar-benar paham soal idealisme, apalagi berkoar-koar tentang idealisme diri, wong artinya aja belum ngerti bener. Kalo menurut pemikiran saya yang jauh dari jenius ini sih idealisme itu pandangan personal yang kita jadikan acuan dalam kehidupan sehari-hari.
Tapi kalo saya perhatiin jaman sekarang ini banyak banget anak-anak muda dengan lantang gembar-gembor soal idealisme, bahkan memproklamirkan diri sebagai seorang idealis, mulai dari anak band, anak kuliahan bahkan sampe anak-anak singkong yang masih pake seragam SMA. Wewww!! Apakah generasi muda jaman sekarang sudah semaju itu? Atau jangan-jangan nilai idealisme yang mengalami degradasi menjadi se’murah’ itu? Sehingga siapa saja bisa mengklaim idealisme dengan seenteng itu.
Ternyata setelah saya liat-liat ternyata jaman sekarang Idealisme atau predikat sebagai seorang idealis menjadi semacam Trend. What?? Yes, it’s a trend!! Gila ya, saya pikir cuma fashion atau musik yang bisa jadi trend, ternyata sekarang idealisme juga udah jadi salah satu komoditi trend.
Saya ngomong kayak gini bukan asal bunyi, karena dalam beberapa kasus yang saya temuin emang kayak gitu realitanya.
Beberapa tahun lalu waktu wabah musik Reggae melanda Indonesia saya pernah ketemu orang yang penampilannya amat sangat Reggae; rambut gimbal, kaos gambar daun ganja, lengkap dengan kupluk berwarna merah-kuning-ijo. Pokoknya rastaman sekali gayanya. Dari omongannya juga seakan-akan dia paham betul apa itu Reggae dan semua sejarahnya, dia ngomong panjang lebar soal band-band Reggae. Iseng saya nanya ‘Man (sapaan khas anak Reggae, sok nyambung aja) gue pernah denger ada tokoh yang dipercaya kaum Rastafaria sebagai jelmaan Tuhan, sapa sih itu?’ Dan dia langsung menjawab dengan lantang ‘Ya Bob Marley laaaaahhhh!!!’. Toeooott,, saya langsung ilfil, saya aja yang seumur hidup belum pernah gimbal tau tokoh yang saya maksud itu Kaisar Haile Selassie I dari Ethiopia, saya cuma ngetes dia aja tadi sebenernya.
Itu cuma satu contoh dari sekian banyak yang saya pernah temui. Saya sering denger orang yang teriak-teriak Anti Amerika sampe mulutnya berbusa tapi nyatanya mereka masih minum Coca-Cola, masih nonton film-film Hollywood, menghisap Marlboro atau masih pake Blue Jeans Levi’s. Guys, that so America!!
Yang paling parah adalah yang saya temui beberapa waktu lalu, waktu gerakan Indonesia Unite dan slogan ‘kami tidak takut’nya lagi hip banget. Saya sempet nanya sama beberapa orang yang kebetulan waktu ketemu pake kaos Indonesia Unite; ‘Kenapa sih lo ikutan gerakan Indonesia Unite?’ Dan jawaban beberapa dari mereka sangat mengagetkan, ‘kan lagi trend pake kaos ini, di Twitter aja artis-artis pada ikutan’. hahahahahahaha….. Untung aja di Twitter gak lagi trend topeng monyet….,,

DREAM LOFTY DREAMS

“Bermimpilah setinggi langit. Dengan berani membuat impian, anda akan meraih keinginan anda. Keinginan anda adalah janji akan menjadi apa suatu hari nanti; cita-cita anda bagai ramalan akan nasib anda yang pada akhirnya nanti akan terbuka”
Kutipan diatas adalah salah satu kutipan yang sangat inspiring buat saya. Berbicara tentang hal yang sangat dekat dengan hidup kita: Mimpi, harapan atau cita-cita.
Banyak orang yang saya temuin menganggap mimpi itu hal yang remeh, semu bahkan dianggap mustahil. Mereka bilang: “Ah, gak usah kebanyakan mimpi. Yang realistis aja lah”. Wah, rugi banget menurut saya orang-orang kayak gini. Kenapa rugi?
Pertama, mimpi itu gratis dan gak ada peraturannya. Biasanya sih orang-orang suka dengan hal-hal yang gratis dan gak ada aturannya.
Kedua, mimpi bisa jadi motivasi kita dalam ngejalanin hidup dan dalam usaha mencapai mimpi itu sendiri, yang kadang emang gak gampang. Misalkan, kita lagi naksir seseorang, kita pasti akan ngelakuin apapun untuk ngedapetin hatinya, bahkan sampe hal-hal yang kadang gak rasional. Terus ditengah usaha kita yang mati-matian itu ada suatu hal yang jadi penghalang, ternyata orang tuanya gak merestui. Apa iya terus kita bakal nyerah gitu aja? Gak kan. Pasti kita bakal nyari cara semaksimal mungkin gimana cara untuk memperoleh lampu hijau dari ortunya.Dalam kasus ini mimpi kita adalah orang yang kita taksir, dan dia juga yang jadi motivasi kita untuk menghadapi tantangan yang berupa orang tuanya tadi. Jadi mimpi itu sendiri lah yang memotivasi kita untuk meraih mimpi itu.
Lagian menurut saya sih mimpi setinggi langit gak ada ruginya. Dan kalo mimpi jangan tanggung-tanggung, yang tinggi sekalian. Kalo tercapai kita juga yang bakal menikmati, tapi kalo gak pun minimal kita udah berproses untuk mencapai mimpi itu, dan proses dalam mengejar mimpi biasanya sih proses kearah yang positif. Misalnya, kita punya mimpi jadi Presiden, kalo akhirnya tercapai sampe jadi Presiden ya Alhamdulillah, tapi kalo dalam usaha kita cuma mentok sampe level menteri ya disyukuri juga, paling gak kita udah jadi menteri kan? Tapi kalo kita cuma mimpi jadi lurah, begitu kita udah jadi lurah kita akan berhenti berusaha dan selamanya kita gak akan mungkin jadi menteri. Kalo kata Les Brown: “Shoot for the moon. Even if you miss, you’ll land among the stars” (Meluncurlah ke bulan. Kalaupun meleset, anda akan mendarat dia antara bintang-bintang).
Tapi sayangnya karakter lingkungan sosial di Indonesia kebanyakan tidak terbiasa memberdayakan mimpi. Takut untuk bermimpi bahkan kadang mentertawakan mereka yang punya mimpi. Padahal, all successfull people are big dreamers. Ya, semua orang sukses adalah pemimpi besar. Wright bersaudara bermimpi manusia dapat terbang atau Edison yang bermimpi bila ada penerangan di malam hari selain api dan bulan. Berangkat dari mimpi itulah mereka mengubah dunia, tanpa mimpi-mimpi itu tidak akan ada peradaban bumi seperti sekarang ini. Dan siapa yang berani menyangkal orang-orang seperti Napoleon Bonaparte, Abraham Lincoln, Albert Einstein, John Lennon, Michael Jackson atau Ir.Soekarno adalah para pemimpi besar?

Saya sendiri sih punya dua mimpi besar sampai saat ini.
Yang pertama, saya pengen punya stasiun TV yang mengkhususkan diri dalam bidang Lifestyle yang multinasional (AMIN!!). Yah, mirip-mirip MTV gitu lah, tapi gak cuma sebatas musik doang. Pasti asik banget punya usaha kayak gitu.
Yang kedua, yang agak personal, suatu hari nanti saya pengen pergi ke New York. Kenapa New York? Gak tau juga ya, tapi menurut saya New York itu kota paling keren sedunia. Megah, serba ada, hidup, dinamis, glamour tapi raw. Gitu kira-kira persepsi saya terhadap kehidupan di kota berjuluk the city never sleep ini. Untuk seorang penyuka seni, entertainment, urban lifestyle dan dengan sedikit pengaruh hedonisme seperti saya NYC mungkin terlihat mendekati surga. Dan satu lagi alasan yang lebih personal lagi; Bronx, NYC adalah tempat asal muasal HipHop culture, dan saya sebagai salah satu pelakunya pastinya sangat ingin pergi ke “rumah” budaya itu berasal. Mungkin akan seperti “pulang” rasanya.

AH TEORI !!

“Apa sih definisi iklan itu?”

Pertanyaan itu terlontar dari salah satu teman waktu saya bersama empat orang teman kongkow-kongkow di wedangan boulevard kampus seusai kuliah. Bernagai jawaban pun muncul menanggapi pertanyaan tadi. Saya sendiri, yang seorang lulusan D3 Periklanan malah gak ikut memberikan jawaban, soalnya jujur saja saya tidak hafal satupun definisi iklan menurut ahli-ahli periklanan atau buku literature periklanan. Tapi ada satu pendapat dari kawan saya Prabowo Sigit (yang juga lulusan D3 Periklanan seperti saya) yang 100% saya amini, mengutip dari tokoh periklanan favorit saya: Budiman Hakim: “Iklan adalah iklan. Definisi hanya akan menciptakan batasan”.

Yah, kalau jawaban itu dipakai untuk menjawab soal ujian mata kuliah periklanan sudah pasti nilai nol sebagai ganjarannya. Tapi lain lagi kalau diterapkan dalam dunia periklanan praktis, pernyataan diatas sangat relevan karena pada prakteknya tidak ada batasan secara jelas tentang apa itu iklan di masa sekarang ini.

Kejadian ini menguatkan ketidak tertarikan saya terhadap definisi atau teori. Ya, saya memang kurang bersahabat dengan yang namanya teori. Menurut saya definisi dan teori hanya bisa sepenuhnya diaplikasikan dalam koridor akademis; membuat tugas kuliah, ujian atau menyusun skripsi. Pada dasarnya saya memang orang yang menyukai hal-hal yang bersifat praktek dan real.

Tapi, selain sifat bawaan saya tadi, yang andilnya tidak kalah besar dalam membentuk karakter saya (dan mungkin puluhan, ratusan bahkan ribuan orang di Indonesia) yang anti-teori menurut saya adalah sistem pembelajaran di negara kita tercinta ini, yang harus kita akui, memang sangat teoritis. Coba ditelaah, semenjak SD kita dijejali bermacam-macam teori dari berbagai disiplin ilmu, tapi paling hanya beberapa yang benar-benar nyangkut dan membekas di otak, selebihnya hanya dihafalkan saat menjelang ujian dan tidak akan bertahan lama di memori otak. Paling gak itu sih yang saya rasain, bahkan hingga saya kuliah di jurusan Komunikasi UNS sekarang ini.

Sistem pembelajaran kita selalu memaksa kita untuk selalu menghafal tumpukan-tumpukan teori. Padahal esensi sesungguhnya dari suatu ilmu adalah bagaimana kita memahami dan mengaplikasikannya bukan sejauh mana kita menghafalnya. Betul?

Tapi bukan berarti saya sama sekali tidak percaya dengan teori. Semua ilmu pasti memiliki teori-teori yang dikemukakan ahli-ahli yang berkompeten di bidangnya masing-masing. Saya meyakini teori-teori itu sebagai fondasi dalam mempelajari sebuah ilmu, tapi tidak lantas menjadikannya patokan baku nan kaku atau pakem saklek. Seperti yang dikatakan oleh (lagi-lagi) Budiman Hakim: Jangan pernah tergila-gila pada suatu teori, teori hanyalah suatu kesimpulan dari masa lalu.